IMQ, Jakarta -Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore (13/8), bergerak melemah sebesar 124 poin menjadi Rp14.610 dibanding sebelumnya Rp14.486 per dolar AS. Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong di Jakarta, Senin, mengatakan sentimen eksternal mengenai krisis keuangan di Turki berdampak negatif bagi mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. "Kekhawatiran pelaku pasar terhadap ekonomi Turki berimbas negatif pada negara berkembang lainnya, seperti Indonesia. Di tengah situasi itu pelaku pasar cenderung mengamankan aset-asetnya dan berpindah ke aset 'safe haven'," katanya. Di sisi lain, lanjut dia, sentimen mengenai data defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada triwulan kedua 2018 yang mengalami kenaikan turut direspon negatif pelaku pasar uang di dalam negeri. Bank Indonesia mencatat, defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2018 mencapai 8 miliar dolar AS atau 3 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS (2,2 persen PDB). Sementara itu, Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan depresiasi rupiah terimbas dengan kejatuhan mata uang lira Turki seiring tingginya defisit neraca transaksi berjalan yang tercatat sebesar 5,5 persen di semester pertama 2018, menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Selain itu, lanjut dia, kenaikan tarif yang dikenakan AS atas produk ekspor Turki seperti alumunium dan baja masing-masing sebesar 20 persen dan 40 persen menjadi faktor fundamental yang mendorong kejatuhan mata uang lira. "Berbagai hal tersebut mendorong arus modal keluar dari Turki dan berdampak pada negara-negara 'emerging market' lainnya," katanya. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada hari ini (13/8), tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp14.583 dibanding sebelumnya (10/8) di posisi Rp14.437 per dolar AS. (*/Ant)