IMQ, Jakarta -Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memiliki program dan kebijakan strategis dalam peningkatan daya saing industri baja domestik. "Upaya yang dilakukan, di antaranya implementasi industri 4.0 agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Langkah ini juga menjadi kunci mendongkrak nilai tambah dan industri hilir yang berteknologi tinggi untuk kompetitif di global," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto kepada pers di Jakarta, Selasa (7/8). Program lainnya, menurut Harjanto, dengan menyediakan pendidikan dan pelatihan yang link and match dengan dunia industri. "Kami juga menerapkan persyaratan konten lokal dalam proyek infrastruktur serta mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk baja," papar dia. Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja dalam rangka meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja domestik. Sedangkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya bertekad untuk melindungi pasar industri baja di dalam negeri dari serbuan produk impor seiring dengan peningkatan kapasitas produksi di tingkat global. Untuk itu, diperlukan upaya sinkronisasi kebijakan yang berpihak kepada industri baja nasional mengingat potensi pasar domestik yang masih prospektif ke depannya. "Apalagi, sebagai komponen dasar pertumbuhan ekonomi di setiap negara, industri baja disebut sebagai the mother of industries yang merupakan tulang punggung bagi aktivitas sektor industri lainnya, seperti permesinan dan peralatan, otomotif, maritim, serta elektronik," ujarnya. Kemenperin mencatat, kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional saat ini hampir mencapai 14 juta ton, namun baru bisa dipenuhi produksi crude steel dalam negeri sebanyak 8 hingga 9 juta ton per tahun, sisanya dipasok dari China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India, dan lain-lain. Oleh karena itu, Kemenperin semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional. "Produksi industri baja dalam negeri terus dioptimalkan dan diarahkan pada pengembangan produk khusus bernilai tambah tinggi, sehingga kita tidak perlu lagi impor," tutur Airlangga.